Bicara biaya pendidikan tinggi di Indonesia, gerak refleks yang terjadi adalah jidat mengernyit dan tawa satir yang terlontar. Biaya yang mahal, ketidakpedulian pemerintah, dana pendidikan yang kurang tersosialisasi, praktek korupsi di semua tingkat pemerintahan, jadi alasan terbesar mengapa kita pesimis terhadap sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Sepertinya tidak ada celah untuk membuka diri terhadap keoptimisan.
Tapi, coba kita usahakan untuk membuka diri terhadap kemungkinan perubahan. Kita, mahasiswa, adalah phak yang benar-benar mengalami dan menjalani proses pendidikan tinggi ini. Kita sendirilah saksi hidup bagaimana ketidakjujuran jadi bagian proses pengaliran dana ini mengalir.
Mereka yang duduk di tahta pemerintahan juga adalah mahasiswa yang dulunya berjuang untuk membela hak-hak rakyat (pendidikan bagi setiap lini masyarakat) tapi sekarang sudah terbuai oleh kedudukannya masing-masing. Apakah kita sadar kepesimisan yang kita lontarkan bisa menjadi batu sandungan bagi kita? Apa kita bisa jamin saat kita memiliki kedudukan yang sama dengan mereka, kita akan tetap berjuang untuk hak pendidikan bagi rakyat?
Biaya pendidikan tinggi di Indonesia memang mahal. Semua mahasiswa meneriakkan itu semua disetiap orasinya. Meneriakkan dimana perhatian pemerintah tertuju. Meneriakkan bagaimana pemerintah dengan nikmatnya menjalani hidup yang serba berkelebihan. Lalu apa? Apa itu semua bisa merubah sistem yang telah dibuat oleh penguasa? Kenapa kita tidak menjadi mahasiswa yang sebaik-baiknya, menjadi manusia yang seutuhnya dibandingkan terus mengutukki pemerintah kita sendiri?
Apa kita sudah cukup baik untuk bisa memangku tahta dan kedudukan sebagai penguasa? Apa kita semua adalah mahasiswa suci yang tidak pernah TA, tidak pernah mencontek saat ujian, tidak pernah mengcopy tugas teman? Bukankah semua perbuatan itu adalah benih-benih ketidakdisiplinan, benih-benih calon koruptor?
Ini saatnya untuk mau memaafkan perbuatan penguasa, kekhilafan penguasa. Kita semua manusia yang pasti pernah melakukan kesalahan. Jadi, cobalah untuk bijaksana dalam berkehidupan sebagai mahasiswa. Ada saatnya biaya pendidikan yang mahal itu akan turun. Ada saatnya kita mampu untuk mengubah sistem pendidkan yang tidak memihak setiap lini masyarakat. Itu semua ada saatnya. Dan saatnya kita sabar dan bekerja untuk hari ini dengan sebaik-baiknya.
Cobalah untuk tidak pesimis, tetap optimis, tetap berdoa dan menjadi mahasiswa yang tetap berkemanusiaan. Saat kita melepas status mahasiswa saat diwisuda, biarlah semangat kemahasiswaan tetap terpatri dan hidup di setiap memori kita. Buat kita semua yang akan menjadi pemangku tahta, biarlah kita tetap mengingat bagaimana kerasnya perjuangan kita membela hak rakyat, hak mahasiswa.
Mahalnya biaya pendidikan tinggi di Indonesia (sekarang) harus berubah (pada saatnya). Dan kita harus jadi bagian dari pengubah itu nanti. Tapi nanti, adalah hal yang bukan sekedar kita orasikan lagi. Nanti adalah saatnya kita berdiri sendiri dan tetap memegang janji-janji mahasiswa tidak mengenal situasinya apapun. Beranikah kita untuk tetap optimis? Beranikah kita untuk memegang janji-janji yang kita buat sekarang? Beranikah kita?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar